Sabtu, 01 April 2006

Kulit Kakap, dari Limbah Jadi Indah

Tanggal : 01 April 2006
Sumber : http://majalah-handicraft.jogja.com/?UncgL0ZlWjNWRi9JblVkUmhOIHk%3D=



Sejak sekian lama pabrik fillet yang berbahan baku ikan kakap dan kerapu itu. Menyisakan limbah kulit. Ternyata kemudian diyakini, limbah tersebut bisa diolah menjadi barang kerajinan nan indah dan bernilai jual tinggi.

Adalah Ir. Susilowati, Msi dari Balai Besar Kulit Karet dan Plastik (BBKKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang awalnya sering mendengar keluhan perajin menyangkut kian mahalnya bahan baku kulit kambing, domba dan sapi. Ia bersama timnya kemudian meneliti tentang kemungkinan pemanfaatan limbah kulit ikan kakap dan kerapu yang dihasilkan oleh pabrik fillet di Probolinggo, Jatim.


Dari hasil penelitian cukup melelahkan itu, Susilowati lega dan gembira karena akhirnya berani memastikan bahwa limbah kulit kakap dan kerapu bisa disulap menjadi barang-barang kerajinan, semisal tas, sepatu, dompet, ikat pinggang dan sejenisnya. Ia telah membuktikan hal itu, bahkan langsung dilirik oleh orang-orang Jepang. Tim dari institusi yang sering disebut sebagai Balai Kulit itu terdiri dari Ir. Susilowati, Ir.Widari, Kasmin Nainggolan BSc dan Thomas Tukirin.


“BBKKP selalu berusaha mencari terobosan di bidang kerajinan kulit. Untuk itu kami berusaha mencari berbagai alternatif kulit. Setelah kami teliti saksama, ternyata limbah kulit ikan kakap dan kerapu sangat bagus untuk kerajinan,” ujar Kepala BBKKP DIY, Ir. Sardjono. Dikatakannya, setelah melalui proses penyamakan dengan finish tipe plate dan nonplate, kulit limbah di pabrik fillet Probolinggo itu, menunjukkan indikasi kuat tarik, kuat jahit dan tahan sobek.


Dari pameran yang sudah beberapa kali digelar, ternyata kerajinan kulit ikan mempunyai prospek yang menjanjikan untuk dikembangkan. Komoditi ekspor dari hasil penangkapan ikan laut di Indonesia tahun 2000 antara lain berupa ikan kerapu 48.422 ton, ikan kakap 68.788 ton dan ikan pari 45.260 ton. Kulit ikan kakap dan kerapu sekarang ini belum dimanfaatkan secara optimal. Bahkan menjadi masalah karena limbahnya mengakibatkan pencemaran. Padahal, sebenarnya kulit ikan itu dapat diolah menjadi kulit tersamak dan dimanfaatkan sebagai bahan baku sepatu, tas, dompet, ikat pinggang dan sejenisnya.


“Dalam proses penyamakan, kulit ikan laut sangat berbeda dibanding kulit konvensional seperti sapi, domba dan kambing,” kata Ir. Susilowati, Msi yang baru pulang dari haji, ketika ditemui Handicraft Indonesia secara terpisah. Kini, setelah meyakini kulit ikan kakap dan kerapu bisa diolah sedemikian rupa, ia berharap pada gilirannya perajin kecil memperoleh alternatif lain dalam menggeluti usahanya.


“Laut Indonesia kan kaya akan ikan. Pada dasarnya semua jenis kulit ikan bisa disamak. Kami mengambil contoh limbah kulit ikan dari Ambon dan dari Probolinggo kami menemukan kakap dan kerapu,” ujarnya. Masih menurut Susilowati, ikan kakap dan kerapu yang tidak dilindungi itu, sangat mudah dipesan. Gubernur Maluku, tambahnya, bahkan telah minta beberapa contoh kerajinan dari kulit ikan kakap dan kerapu. “Ambon terbilang surplus kakap dan kerapu. Pemda setempat berusaha membudidayakan limbah kulit ikan tersebut,” lanjutnya.

Adopsi desain
Harga kulit ikan kakap dan kerapu ternyata menjadi cukup mahal. Yang sudah disamak dan memiliki ukuran lebar antara 12 –15 cm harganya mencapai sekitar Rp 25.000,-. Berkat sentuhan perajin handal dan profesional dari Tanggulangin, Sidoharjo, Jatim atau Semarang misalnya, kulit dimaksud hampir pasti bisa menjadi produk kerajinan tas atau sepatu yang tak kalah indah dan menariknya


.”Dua daerah ini kan dikenal sebagai gudang perajin yang mampu menghasilkan produk unggulan,” kata Susilowati lagi. Setelah jadi tas dan sepatu, harga jual bisa mencapai Rp150.000,- hingga Rp 300.000,-. “Apalagi kulitnmya yang dhiwud-dhiwud banyak disukai orang Jepang dan Thailand,” tambahnya.


Untuk menentukan desain warna sepatu, tas, dompet dan ikat pinggang dari kulit ikan, Susilowati membolak-balik pustaka. Saat ini belum ada produk sepatu dan barang kulit ikan sebagai parameter. Maka dasar penentuan desain dan warna dilakukan dengan mengadopsi desain dan warna yang ada pada buku-buku pustaka. “Dari 40 model kami pilih 10 desain sepatu wanita, lima sepatu pria, dan 10 desain tas wanita,” ungkapnya lagi.


Dilukiskannya, pengerjaan sepatu wanita tidak mengalami hambatan. Pemotongan dan perakitan serta penggabungan antara kulit ikan dan kulit sapi sebagai kombinasi bisa dilakukan dengan mudah. Yang memerlukan kecermatan ekstra adalah proses penjahitan, terutama akibat ketidakrataan ketebalan kulit. Pembuatan sepatu pria memang sedikit lebih sulit.


“Namun, terlepas dari kesulitan, ternyata kulit ikan tersamak dengan kombinasi kulit sapi dalam warna senada, dapat menampilkan kesan eksklusif dan menarik” kata Susilowati di akhir penjelasan. Nah, kenapa kulit kakap dan kerapu dibuang percuma. Kenapa tidak dibudidayakan? ■ teguh r asmara – foto: affan