Minggu, 27 Januari 2008

Kecap Ikan di Beberapa Negara

Tanggal : 27 Januari 2008
Sumber : http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/


Di Vietnam kecap ikan (nouc mam) dibuat dengan menggarami ikan kecil-kecil yang telah dihaluskan dengan tangan dan disimpan di dalam wadah dari tanah, kemudian ditanam dalam tanah selama 3 hingga beberapa bulan. Satu liter nouc mam kualitas baik mengandung 15,85 gram total nitrogen (11,15 gram nitrogen organik dan 5 gram nitrogen amino), 270 gram sodium klorida, 0,5 gram CaO. Selain itu, nauc mam mengandung metil keton tinggi yang menyebabkan beraroma seperti keju, asam amino, basa dan asam volatil, serta histamin.

Di Filipina kecap ikan dibuat dengan menggunakan ikan kecil-kecil dan ikan shrimp (Atya sp). Proses pembuatannya sama dengan nouc mam, walaupun kurang komplet dan tanpa memerlukan pertimbangan waktu. Patis ini dibuat dengan mengeringkan sebagian kandungan air dalam fermentasi dengan merebusnya.

Di Thailand kecap ikan (nam pla) dibuat dari ikan-ikan Clupeidae dan dapat pula dari ikan kecil-kecil. Proses pembuatannya sama dengan nouc-mam tetapi biasanya lebih sederhana dengan waktu pemeraman 6 bulan, bahkan 2-3 tahun dianjurkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Pendekatannya, 1 kg ikan akan menghasilkan 1 liter nam-pla. Di beberapa daerah Thailand, nam-pla juga terkadang dibuat dari ikan air tawar.

Di Jepang, shottsuru dipersiapkan dari sarden, hering atau sisa-sisa limbah pengolahan ikan. Pembuatannya hampir sama dengan pembuatan kecap ikan lainnya. Penambahan antioksidanketengikan. Sedangkan petis di Indonesia dibuat dengan memasak dan mengkonsentratkan cairan fermentasi ikan yang telah digarami tadi dengan menambahkan sedikit tepung. Produk ini biasanya bermutu rendah dibanding dengan produk kecap ikan negara-negara Asia Tenggara lainnya karena perbandingan nitrogen dan garamnya agak rendah.[1] juga telah direkomendasikan dalam produk tersebut untuk mencegah

Proses Pengolahan

Selama proses fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Peran enzim-enzim ini adalah sebagai pemecah ikatan polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang lebih sederhana. Mikroorganisme yang berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat seperti Laucosotic mesenterides, Pediococccus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum[2] berkembang. Beberapa jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang dalam fermentasi.

Proses penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional akan menyebabkan hilangnya protein ikan sebesar 5% tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman, untuk itu dianjurkan garam yang ditambahkan tidak melebihi 40 bagian dari berat ikan.

Pemasakan pada 95-100℃ dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100℃. Pemanasan yang berlebihan (di atas 90℃ secara berulang-ulang) dapat menyebabkan pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama lisin.

Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan menggarami ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat selama 3 sampai beberapa bulan. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring untuk mendapatkan kecap ikan bebas ampas, lalu dikemas dalam botol steril dan dipasteurisasi.

Alternartif Lain Pembuatan Kecap Ikan

Pembuatan kecap ikan secara tradisional relatif memerlukan waktu yang panjang. Mikroorganisme penghasil enzim protease memerlukan waktu adaptasi yang cukup lama untuk dapat hidup dalam keadaan lingkungan berkadar garam tinggi dan kondisi abnormal lainnya.

Rekayasa penambahan enzim proteolitik sebelum fermentasi dapat mempersingkat waktu pembuatan kecap ikan. Dalam hal ini tidak diperlukan lagi waktu adaptasi mikroorganisme untuk menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis protein.

Mahalnya harga enzim proteolitik yang murni menjadi kendala untuk menghasilkan kecap ikan yang cepat, mudah dan murah. Namun dengan memanfaatkan getah pepaya dan ekstrak buah nenas sudah dapat menggantikan peran enzim proteolitik yang murni tadi.

Dalam getah buah pepaya terdapat enzim proteolitik yang sering disebut papain. Papain ini memiliki kapasitas yang tinggi untuk menghidrolisis protein. Dalam industri makanan, papain sudah cukup banyak digunakan antara lain untuk mempertahankan kesegaran bir, pelunakan daging dan menghilangkan protein pada makanan. sedangkan buah nenas, khususnya nenas muda juga terdapat enzim proteolitik lain yaitu bromelin. Kemampuannya dalam menghidrolisis protein juga tidak jauh berbeda dari papain.

Namun masalahnya, kecap ikan yang dihasilkan memiliki aroma dan warna yang jauh berbeda dari kecap ikan yang dibuat secara tradisional, walaupun kandungan gizinya tidak jauh berbeda.

Catatan kaki

  1. ^ van Veen, A.G. 1965. Fermented and Dried Seafood Product in Southeast Asia, dalam Fish As Food Volume III Processing Part I. Edited Georg Borsgstrom. Academic Press. New York. San Francisco. London
  2. ^ Bucle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo, Adiono. UI Press. Jakarta

Rabu, 23 Januari 2008

ASPEK SOSIAL EKONOMI BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Tanggal : 23 Januari 2008
Sumber : http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/23/aspek-sosial-ekonomi-budidaya-rumput-laut/

ASPEK SOSIAL EKONOMI

Pelaksanaan PKT Budidaya Rumput Laut akan memberikan peluang usaha bagi para petani/nelayan kecil yang berminat memanfaatkan lahan perairan laut untuk berusaha tani rumput laut. Pola budidaya rumput laut yang dirumuskan dalam Model Kelayakan (MK-PKT) ini didesain agar petani/nelayan tersebut mampu menggantungkan sebagian besar dari sumber pendapatan keluarga semata-mata dari hasil panen dan penjualan hasil rumput lautnya.


Cakupan Sasaran Pelaksanaannya

Sehubungan dengan itu, maka MK-PKT ini dapat dilaksanakan dengan sasaran dan cakupan pelaksanaan budidaya rumput laut pada daerah perairan laut yang secara alami sudah terdapat tanaman rumput laut, dengan perairan laut yang dangkal dan jernih dengan dasar berpasir dan/atau bercampur dengan pecahan-pecahan karang. Perairan laut Indonesia dengan garis pantai sekitar 81.000 km memberikan potensi yang besar untuk pengembangan budidaya rumput laut. Daerah budidaya yang sudah banyak dilakukan pada waktu ini, tersebar mulai dari perairan di Kepulauan Maluku Utara, Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Nusa Tenggara Barat sampai ke daerah Lampung.


Penciptaan dan Pemeliharaan Lapangan Kerja

Pelaksanaan PKT ini akan menciptakan lapangan kerja bagi para nelayan dan penduduk pedesaan yang berada di sepanjang pantai, dan memberi kesempatan bagi para tenaga kerja terampil, tenaga kerja ahli dan tenaga kerja tetap (tenaga kerja kasar), baik yang terkait dengan semua aspek di sisi hulu sub sektor produksi rumput laut yang dirumuskan dalam PKT ini (disektor penyediaan saprodi, bibit, peralatan dan lain-lain), operasional proyek serta pada subsektor ekonomi yang berada disisi hilir subsektor budidaya rumput laut.


Peningkatan Ekspor Non Migas

Pengembangan dan perluasan budidaya rumput laut dengan keberhasilan peningkatan produksi rumput laut dalam negeri sebagai salah satu sasaran MK-PKT ini akan mendorong peningkatan ekspor dan membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan perolehan devisa dari sub sektor perikanan.


Menumbuhkan Industri Hilir

Pada tahapan di mana rumput laut dapat disediakan secara berkesinambungan dan pada lokasi pertanaman yang relatif menyebar, akan mendorong pula kemungkinan tumbuhnya industri olah lanjut yang menggunakan bahan baku rumput laut. Ini pada gilirannya akan mampu meningkatkan juga lapangan kerja/


Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

Dengan kemampuan untuk direplikasi yang relatif besar akan memberikan peluang bagi daerah lokasi pengembangan guna menyumbangkan pendapatan asli daerah melalui pajak yang berasal/ditarik disetiap subsektor ekonomi yang terkait di hulu dan hilir dari kegiatan usaha budidaya rumput laut.

Penataan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya

Keberhasilan pengembangan rumput laut di lokasi-lokasi yang cocok untuk tanaman ini akan membantu pemerintah dalam rangka pengalokasian dan penetapan manfaat sumber daya lahan bagi kepentingan ekonomi setempat. Pelestarian pengembangan mata dagangan tertentu, termasuk rumput laut, yang mampu memberi kesempatan luas bagi para pengusaha untuk bergerak dalam subsektor budidaya maupun dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat.


Rangsangan untuk Memperkuat Teknologi

Keberhasilan pelaksanaan MK-PKT ini akan dapat meningkatkan pendapatan para petani rumput laut, menciptakan dan memelihara lapangan kerja yang selanjutnya akan menjadi ransangan bagi para peneliti untuk secara berkesinambungan terus mengadakan penelitian dan menciptakan teknologi budidaya dan pemanfaatan rumput laut yang unggul serta mengadakan pewilayahan produksi yang cocok di Indonesia untuk pembudidayaan rumput laut dengan produktivitas tinggi.

ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN

Pembahasan dampak kegiatan proyek terhadap komponen lingkungan dalam laporan ini lebih dipentingkan pada pengamatan apabila ada dampak negatif atau sebaliknya yang secara umum diperkirakan akan terjadi. Analisa yang dilampirkan hanya secara deskriptif, karena data kuantitatif tidak tersedia.


Dampak Terhadap Komponen Lingkungan Fisik

Dampak pembudidayaan rumput laut baik skala kecil maupun dalam skala besar mempunyai pengaruh positif terhadap lingkungan perairan pantai. Lokasi pembudidayaan rumput laut berfungsi pula sebagai penahan dari abrasi pantai akibat terpaan ombak

Lokasi pengembangan budidaya rumput laut dapat berfungsi sebagai objek wisata pantai. Walaupun di beberapa daerah, seperti Bali pengembangan budidaya rumput laut tergeser karena adanya pengembangan kawasan wisata pantai.


Dampak Terhadap Komponen Fauna

Dampak kegiatan budidaya rumput laut tidak akan mempengaruhi kehidupan hewan laut, seperti ikan, udang, kepeting dan lainnya. Bahkan tanaman rumput laut menjadi makanan bagi predator seperti ikan-ikan, herbivora, bulu babi, dan penyu.

Berdasarkan skala usaha 250 rakit perkelompok usaha perikanan, maka pengembangan budidaya rumput laut tidak perlu mensyaratkan Analisa Dampak Lingkungan Amdal (AMDAL)


PKT UNGGULAN

MK PKT Pengembangan Budidaya Rumput Laut ini diharapkan dapat merupakan salah satu contoh pembiayaan usaha yang dapat menunjang pengembangan usaha kecil. Usaha budidaya rumput laut dengan pola kemitraan ini, ternyata sangat menguntungkan bagi masyarakat dan dapat membantu perbankan dalam meningkatkan kredit yang cocok untuk usaha kecil. Keunggulan MK PKT ini sebagai salah satu kemungkinan produk unggulan perbankan yaitu karena memiliki unsur-unsur keunggulan sebagai berikut .


a. Adanya jaminan kesinambungan pasar

Kelancaran pemasaran hasil produk MK PKT Pengembangan Budidaya Rumput Laut ini dijamin sepenuhnya dalam bentuk “sharing” seperti yang telah diuraikan dalam Bab II. Jaminan pemasaran rumput laut tersebut dilaksanakan oleh perusahaan mitra


b. Menghadirkan kegiatan pendampingan

Untuk menunjang keberhasilan PKT ini. Perusahaan Mitra menyediakan bantuan teknis yang profesional (bermutu) secara berkesinambungan. Bantuan pendampingan ini dimulai semenjak pelaksanaan budidaya tanaman dan penjualan, serta dalam tahapan pengelolaan dana hasil penjualan. Bantuan pendampingan yang dimaksudkan agar pelaksanaan proyek dapat berjalan sesuai dengan perencanaan, ditujukan untuk kepentingan dan keuntungan Petani. Koperasi Primer yang bersangkutan, Perusahaan Mitra maupun untuk pengembangan kredit Bank.


c. Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kredit berbunga pasar

” Internal Rate of Return (IRR)” sebesar 183,92 % yang relatif lebih besar dan cukup kompetitif di bandingkan berbagai bunga kredit Bank yang disediakan untuk Usaha Kecil, menunjukkan bahwa PKT ini layak dilaksanakan dan dikembangkan.


d. Proses pemanfaatan dan penggunaan kredit yang aman.

PKT ini merumuskan mekanisme pencairan dan penggunaan atas dana kredit yang disesuaikan dengan jadwal dan kebutuhan proyek.


e. Cash flow sebagai alat pengontrol pengambalian kredit

Pengembalian kredit didasarkan, disesuaikan dan mengacu kepada perkembanga dan kekuatan cash flow. Dengan sistem mengangsur, maka proyek ini memungkinkan para petani akan mampu menghimpun dana sendiri dan lepas dari ketergantungan terhadap kredit.


f. Adanya potensi kegiatan kelompok yang berkaitan dengan kredit

Pembentukan dan mengaktifkan kegiatan kelompok tersebut ditujukan antara lain untuk pelaksanaan kegiatan teknis budidaya dan kegiatan simpan-pinjam. Dari sebagian dana simpanan tersebut secara potensial dapat digunakan sebagai dana untuk membantu proses pengembalian angsuran pokok dan bunga (bilamana diperlukan) atau untuk jenis kegiatan produktif lainnya.


g. Transparansi pada setiap tahapan pelaksanaan proyek

Dengan mengikut sertakan Petani/nelayan sejak dini dalam pengembangan proyek dan dalam perencanaan serta pelaksanaan proyek, akan terbentuk dan tercipta pula aspek kebersamaan dalam mendukung dan melaksanakan proyek serta terciptanya transparansi yang sangat diperlukan bagi kelacaran penyelenggaraan proyek dan proses perkreditannya.


h. Nota Kesepakatan

Melalui dibuatnya Nota Kesepakatan yang mendasari bentuk kerja sama yang diinginkan oleh kedua pihak, Kelompok Petani/Nelayan dan Perusahan Mitra, akan bisa dicapai pelaksanaan kegiatan yang jelas apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak. Ketentuan-ketentuan telah disepakati yang dituangkan di dalam Nota Kesepakatan ini akan bisa dipergunakan sebagai dasar di dalam penyelesaian apabila di kemudian hari terjadi pertentangan antara kedua pihak yang bermitra.


PROGRAM PENDAMPINGAN

Melalui pola PKT akan didapatkan pelaksanaan kerjasama secara berdampingan antara kedua belah pihak yang bermitra, mulai dari tahap persiapan sampai pelaksanaan dan dalam kaitannya dengan penggunaan dana kredit sampai kredit tersebut lunas.

Sehubungan dengan masih adanya kemungkinan muncul permasalahan terutama pada saat proyek dan kredit masuk dalah tahapan pelaksanaan dan tahapan mengangsur, maka perlu diusahakan agar petani/nelayan yang telah direkrut dan merupakan calon nominatif semaksimal mungkin dapat diikut sertakan dalam perencanaan (ide dan pengembangannya) sedini mungkin yaitu agar mulai dari proses perencanaan para petani benar-benar dapat memahami perlunya kesungguhan dalam melaksanakan kemitraan. Dengan memahami tentang perlunya kesungguhan dalam melaksanakan proyek sesuai dengan yang diminta oleh persyaratan pasar, teknis dan finansial maka kemitraan akan berjalan secara berkesinambungan.

Senin, 14 Januari 2008

BUDIDAYA RUMPUT LAUT SISTIM POLIKULTUR

Tanggal : 14 Januari 2008
Sumber : http://www.brebeskab.go.id/Petunjuk_Teknis.php

Budidaya Gracilaria spp. dapat dilakukan secara monokultur dan polikultur (bersama Udang dan bandeng) di tambak. Sistem budidaya polikultur meningkatkan efisiensi penggunaan lahan tambak dan pendapatan pembudidaya secara berkesinambungan (Djajadiredja dan Yunus, 1983 dalam Ditjend Perikanan Budidaya DKP). Budidaya ini didasari atas prinsip keseimbangan alam. Rumput laut berfungsi sebagai penghasil oksigen dan tempat berlindung bagi ikan-ikan dan udang dari predator dan sebagai biological filter. Ikan dan udang membuang kotoran yang dapat dipakai sebagai nutrien oleh rumput laut. Rumput laut menyerap CO2 terlarut hasil pernafasan ikan dan udang. Secara umum, kehadiran rumput laut dalam tambak udang/bandeng menimbulkan dampak positif.

Pengelolaan air tambak diutamakan dengan menggunakan aistem gravitasi atau pasang surut air laut, dengan syarat :

1 Suhu Air 20 – 28 oC
2 Salinitas Opt. 15 – 32 ppt
3 pH 6,8 – 8,2
4 Oksigen terlarut 3 – 8 ppm


  • Kejernihan tidak terlalu keruh dan menerima sinar matahari.
  • Polusi jauh dari limbah industri dan limbah air atau tanah


PERSIAPAN LAHAN

  1. Dasar tambak dijemur sampai kering yang ditandai dengan kondisi tanah yang pecah-pecah.
  2. Saluran air yang ditumbuhi lumut atau ditutupi tanah dasar tambak dibersihkan agar sirkulasi air lancar.
  3. Tambak yang telah kering, kemudian di isi air sampai kedalaman 10 cm.
  4. Di beri saponin 50 Kg/Ha untuk memberantas ikan-ikan liar.
  5. Tambak dikeringkan, kemudian di isi air kembali sampai kedalaman 50-100 cm
  6. Untuk mempercepat pertumbuhan, tambak tersebut di pupuk dengan NPK 50 Kg/Ha

PENANGANAN BIBIT

  • Hal yang harus diperhatikan dalam perjalanan :
  • Bibit harus tetap dalam keadaan basah/lembab selama dalam perjalanan
  • Tidak terkena air tawar atau hujan
  • Tidak terkena minyak atau kotoran lain
  • Jauh dari sumber panas seperti mesin kendaraan dan lainnya.

Cara pengepakan bibit :

  • Memasukan bibit ke dalam kantong plastik berukuran 50 cm x 80 cm. Susunan bibit tidak boleh dipadatkan atau dilipat-lipat agar bibit tidak rusak.
  • Bibit ditumpuk 3 – 4 lapis dan tiap lapis diselingi dengan kapas atau bahan lain yang sejenis yang dapat menyimpan air sehingga kantong senantiasa lembab.
  • Mengikat bagian atas kantong plastik tali.
  • Membuat lubang-lubang pada bagian atasnya dengan jarum untuk sirkulasi udara.
  • Memasukan kantong plastik ke dalam kotak karton.
  • Melakukan kegiatan transportasi.

Ciri-ciri bibit yang baik adalah :
  • fisik yang segar,
  • thallus kecil dan agak keras, serta
  • warnanya yang agak gelap dan tidak pucat.

Ciri-ciri bibit yang tidak baik adalah :

  • warna kemerahan atau putih,
  • thallus berlendir, rusak/patah-patah.
  • bau tidak enak/busuk,

Metode Tebar (Broadcast)

Penanaman bibit rumput laut di tambak dilakukan dengan menggunakan metode broadcast, dimana bibit ditebar diseluruh bagian tambak. Keuntungan metode ini adalah biaya lebih murah, penanaman dan pengelolaannya mudah. Waktu penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari, untuk menghindari rumput laut dari sinar matahari.

Metode Lepas Dasar

Selain metode tebar, Gracilaria dapat ditanam dengan metode lepas dasar atau rakit apung. Metode ini jarang dilakukan karena biaya relatif besar. Metode ini biasanya dilakukan dilaut yang terlindung dari hempasan ombak

Perbandingan ideal
rumput laut : bandeng : udang windu
= 1,5 ton : 1.500 ek. : 5.000 ek.



Pengawasan / Perawatan

Pengawasan dilakukan setiap hari dengan melakukan monitoring pada salinitas dan suhu air tambak. Penggantian air tambak dilakukan min. 2 kali seminggu. Pemeliharaan rumput laut dilakukan dengan membersihkan rumput laut yang tertimbun lumpur.
Laju pertumbuhan yang dianggap menguntungkan diatas 3% pertambahan berat/hari, dihitung berdasarkan model eksponensial pertambahan berat/hari :
G = {(Wt/Wo)1/t – 1} x 100% dimana :

G = laju pertumbuhan harian (%)
Wt = Rata-rata bobot akhir (gram)
Wo = Rata-rata bobot awal (gram)
t = waktu budidaya

Apabila kondisi salinitas dan alam mendukung, rumput laut tadi akan tumbuh optimal dan menghasilkan spora yang akan tumbuh menjadi rumput laut. Selama 4 bulan pertama, bila sudah terlihat adanya rumpun yang sangat padat, maka dilakukan penyebaran ulang dengan cara mengangkat bongkahan rumpun tersebut dan merobek-robek kemudian disebarkan. Rata-rata penebaran bibit rumput laut pada awal penanaman sekitar 1,5-2 ton untuk luas 1 Ha.

PANEN DAN PASCA PANEN

Panen perdana setelah masa pemeliharaan 4 bulan, selanjutnya pemanenan dapat dilakukan tiap 2 bulan. Setelah panen, rumput laut dicuci untuk menghilangkan kotoran. Penyeleksian untuk memisahkan jenis rumput laut lain yang tidak diinginkan, batu karang, lumpur atau benda asing lainnya. Dijemur di atas para/waring selama 2-3 hari sampai kering. Pengepakan dan penyimpanan.