Rabu, 29 Oktober 2008

Indonesia Penghasil Rumput Laut Terbesar

Tanggal: 29 Oktober 2008
ANTARA
MAKASSAR -- Indonesia sejak 2005 menjadi penghasil terbesar rumput laut jenis euchema dan gracilaria, karena produksi komoditi tersebut trennya terus meningkat. "Indonesia telah jadi nomor satu penghasil rumput laut, dan trennya akan terus meningkat," kata pakar rumput laut Kanada Dr Ian C Neish dalam Forum Rumput Laut Indonesia di Makassar, Rabu.Neish mengatakan, dari 1,2 juta ton rumput laut kering yang dihasilkan secara global per tahun, sebesar 50 persen dari Indonesia dan 35 persen dari Filipina. "Saat ini produksi rumput laut Indonesia terus meningkat, sementara Filipina terus menurun," kata pakar yang baru saja mendapat penghargaan dari Masyarakat Rumput Laut Indonesia karena perannya memperkenalkan rumput laut Indonesia ke masyarakat internasional.Melihat luasnya kawasan laut Indonesia yang bisa ditanami rumput laut, maka tren peningkatan produksi rumput laut itu bisa terus ditingkatkan karena pasar dunia masih terbuka. Neish juga memperkenalkan tiga kunci bagi inovasi pengembangan tanaman yang menjadi bahan baku berbagai produk makanan dan farmasi tersebut.Menurut dia, yang pertama perlu dilakukan ialah mencari kultiva atau jenis baru, karena sekarang ini juga ditemukan jenis baru yang menjanjikan dan pasti ada jenis lain. Yang kedua, Indonesia perlu segera memperbanyak ragam proses untuk mengolah rumput laut, baik dalam bentuk padat, kering, dan cair. Ketiga, menjadikan pengembangan rumput laut dalam satu kawasan pengembangan akuakultur.Forum Rumput Laut Indonesia, yang berlangsung pada 28-29 Oktober, merupakan ajang pertukaran informasi mengenai rumput laut yang diikuti sejumlah peneliti dan dari sejumlah negara. ant/is

DKP DORONG RUMPUT LAUT SEBAGAI SUMBER PANGAN DAN ENERGI

Tanggal: 29 Oktober 2008
Sumber: MUKHTAR A,Pi
Rumput laut merupakan salah satu komoditas strategis dalam program revitalisasi perikanan di samping udang dan tuna. Indonesia memiliki luas area untuk kegiatan budidaya rumput laut seluas 1.110.900 ha, tetapi pengembangan budidaya rumput laut baru memanfaatkan lahan seluas 222.180 ha (20% dari luas areal potensial). Jenis rumput laut yang banyak diminati pasar adalah jenis Euchema spinosum, Euchema cottonii dan Gracilaria sp. Selain sebagai sumber pangan, berdasarkan hasil penelitian rumput laut juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, yaitu sebagai bahan untuk biofuel. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi pada pembukaan Seaweed International Business Forum and Exhibition Kedua di Makassar, Sulawesi Selatan (28/10/08).

Keberadaan rumput laut sebagai sumber alternatif energi merupakan hal baru yang harus didukung dan dikembangkan. Mikro alga sebagai biodisel dinilai lebih kompetitif dibandingkan komoditas lainnya. Dimana, 1 ha lahan mikro alga dapat menghasilkan 58.700 liter (30% minyak) pertahunnya atau jauh lebih besar dibandingkan jagung (172 liter/tahun) dan kelapa sawit (5.900 liter/tahun) . Selain itu, mikro alga juga tidak dihadapkan pada masalah baru pada saat didorong sebagai sumber energi karena rumput laut tidak dikonsumsi setiap hari, dan budidayanya tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, selain sebagai sumber pangan keberadaan rumput laut sebagai sumber energi dan industri kosmetik harus terus dipromosikan.

Rumput laut pantas menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi perikanan di samping udang dan tuna, karena beberapa keunggulannya, antara lain: peluang ekspor terbuka luas, harga relatif stabil, belum ada quota perdagangan bagi rumput laut; teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai; siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat memberikan keuntungan; kebutuhan modal relatif kecil; merupakan komoditas yang tak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya; usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Kegunaan rumput laut sangat luas, dan dekat sekali dengan kehidupan manusia.

Produksi rumput laut secara nasional pada tahun 2005 mencapai 910.636 ton, dan meningkat menjadi 1.079.850 ton pada tahun 2006. Angka ini merupakan angka yang cukup signifikan dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, yakni 933,000 ton untuk sasaran tahun 2005, dan 1.120.000 ton sasaran pada tahun 2006. Dalam program revitalisasi perikanan budidaya sasaran produksi rumput laut pada tahun 2009 adalah sebesar 1.900.000 ton. Oleh karenanya, strategi pencapaiannya ditempuh melalui pola pengembangan kawasan dengan komoditas Euchema sp. dan Gracilaria sp. Luas lahan pengembangan yang diperlukan sampai tahun 2009 adalah sekitar 25.000 ha, dimana seluas 10.000 ha untuk Gracilaria sp., dan 15.000 ha untuk Euchema sp.

Pengembangan komoditas rumput laut memerlukan investasi dan modal kerja sebesar Rp.70.984 juta per ha-nya dengan rincian Rp. 2.774 juta untuk Gracilaria sp., dan Rp. 68.210 juta untuk Euchema sp. Untuk penyediaan bibit maka akan dilakukan pengembangan kebun bibit di sentra-sentra/ pusat pengembangan kawasan, yakni di Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sultera, Maluku dan Papua. Disamping itu akan dilakukan pengaturan pola tanam serta perbaikan mutu pasca panen dengan penyediaan mesin pre processing yang diperkirakan mencapai 150 unit. Dengan pengembangan tersebut diperkirakan akan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 255.000 orang.

Berpijak pada kondisi inilah, DKP mengajak beberapa negara untuk berinvestasi dalam bisnis rumput laut. Selain itu, kehadiran para narasumber dari beberapa negara tersebut diharapkan dapat menciptakan alih teknologi pengolahan rumput laut. Kedepan Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah rumput laut, tetapi menjadi negara terbesar ekspor hasil olahan rumput laut. Kegiatan Seaweed International Business Forum and Exhibition juga diharapkan dapat menjadi jembatan dalam rangka meningkatkan investasi bisnis rumput laut di Indonesia, meningkatkan penguasaan teknologi budidaya dan pengolahan rumput laut untuk memproduksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, meningkatkan kerjasama dan networking antar pelaku bisnis, meningkatkan ekspor produk rumput laut Indonesia serta memperlihatkan eksistensi Indonesia pada percaturan rumput laut dunia.

Rabu, 22 Oktober 2008

Ikan Maluku Diekspor Melalui Bali

Tanggal: 22 Oktober 2008
Ambon - Teryata selama ini, ikan-ikan yang diekspor dari Bali dipasok dari Maluku. Ungkapkan kekesalan ini nampak pada raut wajah Gubernur Maluku, Karel Alberth Ralahalu. Betapa tidak, selama ini Maluku sebagai provinsi penghasil ikan terbesar di Indonesia, hanya bisa menjadi pengekspor lokal."Ternyata semua ikan di Maluku di kumpul di Bali, baru kemudian di ekspor ke seluruh dunia. Ini kan aneh,” ujar Ralahalu, kepada wartawan di kantor Gubernur Maluku, Rabu (22/10/2008).Sebagai pusat ikan, kondisi ekspor yang dilakukan saat ini, merupakan masalah serius yang mesti dibenahi segera. "Kita akan membenahi persoalan ekspor ikan ini. Jika tidak, sangat merugikan Maluku," tandasnya.Saat ini, Pemda Maluku sedang tengah menjajaki kerjasama dengan Jepang. "Kami di undang duta besar Jepang untuk Indonesia guna membicarakan persoalan pembangunan perikanan di Maluku, termasuk sumberdaya manusianya," ungkap Gubernur.Dikatakan, Jepang dulunya disebut sebagai negara bahari dan penangkap ikan terbesar di dunia. "Kondisinya sekarang sudah terbalik. Saat ini Jepang yang menguasai manajemen pemasaran hasil-hasil perikanan di seluruh dunia, termasuk Indonesia," papar Ralahalu.Saat berkunjung ke Jepang beberapa waktu lalu, pihaknya mengaku bingung. "Harga ikan di Indonesia apalagi Maluku, sangat jauh dibanding dengan harga ikan di Jepang. Ikan di sana paling mahal," ungkapnya lagi.(han/djo)