Rabu, 07 November 2007

DKP lakukan klasterisasi 10 jenis rumput laut

Tanggal : 7 November 2007
Sumber : http://202.158.49.150/edisi-cetak/edisi-harian/agribisnis/1id29551.html


JAKARTA: Departemen Kelautan dan Perikanan menargetkan 10 jenis rumput laut unggulan dapat dikembangkan dalam dua tahun ke depan melalui pendekatan klasterisasi usaha budi daya komoditas itu untuk meningkatkan daya saing produk.

Meski mayoritas produk itu termasuk dalam spesies Cotonii, Gracilaria, dan Sargassum, 10 komoditas unggulan itu akan dihasilkan oleh masing-masing klaster yang akan dibuka di 10 lokasi sasaran.

Ketua Komisi Rumput Laut Farid Ma'ruf mengatakan 10 komoditas yang dihasilkan 10 klaster itu akan menjadi produk unggulan dengan spesifikasi khusus yang berbeda-beda sehingga menambah nilai jual di pasar internasional.

"Selama ini rumput laut kita dijual mentah dan dicampur-campur. Yang akan kami lakukan adalah 10 klaster ini nanti masing-masing akan menghasilkan jenis yang khusus dari bibit yang dan seragam bagus sehingga nanti ada 10 jenis rumput laut unggulan kita. Misalnya Cotonii dari Gorontalo, alga merah dari Bali dan sebagainya," katanya.

Dalam dua tahun ke depan, tambahnya, 10 lokasi klaster tersebut ditargetkan dapat segera berproduksi sehingga masing-masing daerah memiliki jenis spesifik yang menjadi produk unggulan.

Saat ini, kata Farid, dua klaster rumput laut telah direalisasikan di Gorontalo dan Madura. Dengan spesies utama yang dibudidayakan Cotonii, komoditas asal dua daerah itu memiliki karakteristik yang berbeda.

"Rumput laut itu unit. Meski sama-sama Cotonii, tetapi kalau berbeda lokasi budi dayanya, kondisi alam, air lautnya, produk yang dihasilkan juga berbeda. Ini nilai tambah yang sedang kita kejar."

Selain menargetkan 10 jenis rumput laut unggulan, dia mengatakan pihaknya tengah mengupayakan mengatur tata niaga komoditas ini yang saat ini dikuasai tengkulak sehingga permainan harga terjadi dan tidak menguntungkan petani.

Harga rumput laut kering di pasar internasional yang sempat mencapai lebih dari Rp6.000 per kilogram tidak memberikan keuntungan lebih bagi petani karena harga rata-rata di tingkat petani baru ada yang berkisar hanya Rp2.500 per kilogram.

Tidak ada komentar: