Kamis, 27 Maret 2008

Udang Jadi Unggulan Ekspor Perikanan


Sumber : http://www.suarapembaruan.com/News/2007/01/18/Ekonomi/eko01.htm

[JAKARTA] Udang masih menjadi komoditas unggulan ekspor perikanan budi daya nasional. Selama periode Januari-Agustus 2006, ekspor udang mencapai 112,5 juta ton senilai US$ 739,2 juta. Sedangkan total ekspor produk perikanan budi daya nasional pada 2006 diperkirakan US$ 2,1 miliar.

Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Made L Nurjana, di Jakarta, Kamis (18/1), mengemukakan, selama Januari-Agustus 2006, ekspor perikanan budi daya mencapai 664,5 juta ton dengan nilai US$ 1,4 miliar.

Menurut Made, jika tingkat ekspor rata-rata per bulan sama maka total ekspor sampai Desember 2006 adalah US$ 2,1 miliar atau Rp 18,9 triliun.

Setelah udang, unggulan ekspor perikanan budi daya adalah ikan tuna atau cakalang sebanyak 58.633 ton senilai US$ 168,72 juta, dan rumput laut kering sebanyak 57.683 ton senilai US$ 28,55 juta.

Sampai akhir 2006, sudah 126 negara menjadi tujuan ekspor perikanan budi daya Indonesia. Amerika Serikat masih menjadi pasar utama, yakni 83.347 ton atau 12,54 persen dari total ekspor produk perikanan nasional. Disusul Cina 78.686 ton (11,84 persen), Jepang 74.973 ton (11,28 persen), Uni Eropa 51.976 ton (7,82 persen), sisanya 253.256 ton diekspor ke banyak negara.

Sumbangan devisa ekspor hasil perikanan Indonesia dari AS sebesar US$ 475,14 juta, Jepang US$ 409,66 juta, Uni Eropa US$ 193,56 juta, Hong Kong US$ 48,39 juta, dan negara lain sekitar US$ 132,76 juta. Ekspor rumput laut mencapai 1.079.850 ton berat basah.

Made mengakui, produksi udang nasional pada 2006 tidak mencapai target 350.000 ton, namun tetap naik menjadi 327.260 ton dari sebelumnya 300.000 ton pada 2005. Ini disebabkan penurunan produksi di tambak-tambak produktif seperti Sidoarjo, Jawa Timur, karena terkena dampak lumpur panas Lapindo. Tambak udang Sidoarjo adalah nomor dua terbesar setelah tambak di Lampung.

Kembangkan Benih

Pelarangan impor udang termasuk untuk pembenihan oleh DKP dan Departemen Perdagangan dinilai sebagai langkah tepat guna melindungi produksi udang dalam negeri. Indonesia sendiri sudah berhasil mengembangkan pembenihan udang yang lebih tahan dari virus, seperti jenis udang vanamei.

"Impor udang dilarang karena alasan biosecurity agar tidak terjadi penularan penyakit. Kita tidak bisa menjamin udang yang datang tidak mengadung penyakit. Sebab, jika membawa penyakit dapat menulari udang kita, terutama virusnya yang ditakuti, seperti taura, myo, dan white spot," tutur Made.

Alasan kedua adalah aturan negara pengimpor yang mengenakan tracebility atau kemampuan telusur. Jika ekspor udang dari Indonesia terjadi sesuatu, misalnya mengandung antibiotik atau logam berat, sulit untuk ditelusuri dari mana udang itu dipanen dan oleh siapa, dan Indonesia bisa diembargo karenanya.

Menurut Made, udang masih menjadi komoditas ekspor unggulan karena permintaan pasar masih sangat besar (ekspor maupun lokal), kemampuan produksi di Indonesia juga besar karena lahannya sangat luas, teknologi produksinya sudah dikuasai masyarakat, dan menyerap banyak tenaga kerja atau padat karya.

DKP dan Departemen Perdagangan telah menerbitkan peraturan bersama pelarangan impor udang ke wilayah Indonesia selama enam bulan ke depan. Kebijakan ini merupakan perpanjangan dari pelarangan sebelumnya. Alasan dikeluarkannya kebijakan itu karena adanya indikasi beredar udang yang tercemar antibiotik, hama, dan penyakit ikan di pasar internasional.

Pelarangan impor itu tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Perdagangan Nomor PB.02/MEN/2006 dan Nomor 40/M-DAG/PER/12/ 2006 bertanggal 29 Desember 2006 tentang Larangan Sementara Impor Udang ke Wilayah Republik Indonesia.

Pemerintah juga menegaskan bahwa udang yang tiba di pelabuhan Indonesia pada atau setelah tanggal ditetapkan dalam Peraturan Bersama tersebut, wajib direekspor atau dimusnahkan, dan biayanya dibebankan kepada importir.

Tidak ada komentar: